TRANSMEDIARIAU.COM, PEKANBARU - Jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, terjadi fenomena kader atau politisi dari partai 'A' pindah ke partai 'B' dan mendaftarkan dirinya sebagai Bacaleg ke KPU menggunakan 'partai barunya'. Seperti Muhamad Adil dari Hanura yang pindah ke PKB, Said Usman Abdullah yang pindah dari PPP ke PAN, dan sebagainya. Pengamat Politik Riau, Dr. Ahmad Tarmidzi dalam perbincangan Senin, (23/7/2018), mengungkapkan, fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi dalam dunia politik, dan salah satunya, biasanya berkaitan dengan pembayaran mahar. Dimana, ada perbedaan antara harga mahar di partai lama yang lebih tinggi dibanding dengan partai baru, bahkan partai yang tidak memungut istilah mahar. "Fenomena berpindah parpol ini saya rasa sudah menjadi hal yang biasa. Penyebab pertamanya mungkin 'perahu' yang baru tidak meminta mahar, atau mahar yang diminta lebih murah darpada mahar yang diminta dari partai sebelumnya," ujarnya. Kemudian, faktor kedua yang menyebabkan fenomena ini, menurut Ahmad adalah kader tersebut merasa bahwa partainya yang lama tidak memperhitungkan dirinya sesuai harapan. Sehingga timbul perasaan tidak nyaman dan didukung oleh partai baru yang menyambut dan memberikannya 'keuntungan' yang lebih baik. "Atau bisa saja kader - kader yang pindah partai ini, tidak lagi merasa diperhitungkan, tidak merasa dipakai lagi dipartainya yang lama. Sehingga, dia melihat bahwa partai baru yang menyambutnya, lebih memberinya ruang, maka dia melirik partai baru itu," jelasnya. Meskipun demikian, ketika diwawancarai ditempat yang berbeda, Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) dari Partai Hanura, Suhardiman Amby justru mengatakan, kepindahan kadernya dari Hanura ke partai lain justru disayangkan. Karena sebagai Bapilu ia berharap, mengumpulkan seluruh kader yang berpotensi besar, seperti Muhamad Adil. "Saya tentu maunya dia maju melalui Hanura, karena sebagai Bapilu, tentu saya ingin semua yang berpotensi bisa saya kumpulkan," ujar Suhardiman. *** Sumber: Goriau.com