TRANSMEDIARIAU.COM, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui juru bicaranya Fajar Laksono meminta Mahkamah Agung (MA) untuk tidak menunda putusan uji materi PKPU eks koruptor dilarang nyaleg hanya karena UU Pemilu sedang digugat di MK. Pasalnya, materi gugatan UU Pemilu di MK sama sekali berbeda dengan gugatan PKPU. Terkait hal itu, juru bicara MA Hakim Agung Suhadi menegaskan penundaan uji materi PKPU itu justru menghormati Pasal 55 UU MK. Pasal itu memerintahkan uji materi peraturan perundang-undangan di bawah UU harus ditunda jika UU yang menjadi dasar gugatan peraturan perundang-undangan dalam proses pengujian MK. Artinya menurut pemahaman MA, penanganan uji materi PKPU harus ditunda apapun materi gugatan UU Pemilu di MK. Sehingga menurut Suhadi, pernyataan MK yang menyebut substansi gugatan UU Pemilu berbeda dengan uji materi PKPU sehingga tidak perlu menunda putusan adalah penafsiran yang bodoh. "Enggak bisa itu penafsiran bodoh, bukan substansi (gugatan) tapi UU-nya," ujar Suhadi saat dihubungi kumparan, Sabtu (8/9). Suhadi berpendapat, yang bisa membuat MA segera memutus PKPU tersebut adalah MK. Caranya, MK harus segera menyelesaikan 3 gugatan UU Pemilu yang tersisa dari 9 gugatan yang ada. "Enggak bisa dia (MK) buang badan itu, karena perkaranya kan tergantung (MK). Lokomotifnya di sana, di MK," ucapnya. Jubir Mahkamah Agung, SuhadiJubir Mahkamah Agung, Suhadi. Meski bersikukuh menunda, namun Suhadi memastikan pihaknya akan mengambil sikap terkait gugatan tersebut pekan depan. Akan tetapi, Suhadi tidak bisa memastikan apakah sikap yang diambil majelis hakim agung MA bisa menyelesaikan polemik eks koruptor dilarang nyaleg. "Insyaallah (kami akan bersikap). Pekan depan diputus itu apakah itu putusan akhir (final) atau putusan sela kita belum tahu," ujar Suhadi saat dihubungi kumparan, Sabtu (9/8). Sumber: kumparan.com