TRANSMEDIARIAU.COM, Pengamat Politik Adi Prayitno mengatakan, semestinya Mahkamah Agung (MA) tidak membatalkan gugatan PKPU soal larangan mantan napi koruptor nyaleg. Harusnya MA memahami keinginan rakyat yang menginginkan caleg dengan rekam jejak bersih. "Kita menginginkan caleg yang jauh dari korupsi. Keputusan ini seolah melegalkan mantan koruptor boleh ikut berkompetisi (menjadi caleg)," ujarnya dalam diskusi 'babak baru politik kardus' di D'hotel, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9). Dia berpendapat, saat ini secara subtansial demokrasi di Indonesia sudah mundur. Para calon wakil rakyat yang memiliki jejak buruk pun di izinkan kembali mengisi posisi terhormat. "Ini ironi, seakan-akan bangsa ini tidak memiliki elite politik yang berkualitas sehingga mengizinkan mereka yang memiliki masa lalu yang buruk (mantan napi koruptor) untuk menjadi caleg," tegas Adi. Adi mengungkapkan, PKPU ini dinilai oleh MA dan Bawaslu sebagai aturan yang lemah. Alasannya PKPU tidak dibuat oleh DPR dan pemerintah, namun hanya dibuat oleh internal KPU. "Yang jadi masalah, ketika KPU diberikan kewenangan untuk membuat peraturan, banyak pihak yang meragukan kapasitas KPU," tandasnya. Diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan gugatan PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi, terorisme dan narkoba jadi calon anggota legislatif. Dalam putusan tersebut, MA menilai PKPU bertentangan dengan UU Pemilu nomor 7 Tahun 2017. Tepatnya, Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016. Dengan putusan itu, maka MA memperbolehkan eks napi korupsi menjadi calon legislatif. "Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi ya silakan ikuti aturan yang berlaku," kata juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi.*** Sumber: merdeka.com