Hoax Yang Bisa Bikin Suara Jokowi dan Prabowo Gigit Jari

Senin, 08 Oktober 2018

TRANSMEDIARIAU.COM, Juru Bicara PSI, Andi Budiman, mengatakan menguatnya hoax menjadi ancaman demokrasi. Contohnya hoax Obor Rakyat pada pilpres 2014. "Faktor yang juga menjadi sumber kekhawatiran banyak orang dan jadi ancaman bagi demokrasi. Yakni menguatnya hoax," kata Andi di kantor SMRC, Jakarta, Minggu 7 Oktober 2018. Ia mencontohkan pada 16-19 Juni 2014 menjadi satu-satunya momentum di mana elektabilitas Jokowi dan Prabowo hampir sama. Saat itu beredar Obor Rakyat. "Di mana Pak Jokowi waktu itu difitnah dengan fitnah yang keji dengan PKI, disebut Kristen, China dan lain sebagainya. Sehingga membuat elektabilitas Pak Jokowi turun dan dukungan ke Pak Prabowo naik," kata Andi. Menurutnya, selisih dukungan yang tipis karema hoax merajalela. "Jadi yang ingin saya tekankan ada faktor yang harus jadi perhatian yakni bagaimana kita menangkal hoax," kata Andi. Sementara itu Andi menilai hoax Ratna Sarumpaet (RS) akan berpengaruh pada elektabilitas Prabowo. Sebab Prabowo sudah tiga kali gunakan hoax sebagai dasar pengambilan sikap. "Isu RS akan berpengaruh soal elektabilitas Pak Prabowo, karena masyarakat semua mengingat paling tidak Prabowo sudah 3 kali menggunakan hoax sebagai dasar pengambilan sikap," kata Andi. Alihkan Isu Ratna ke Kemewahan IMF Ia menyebutkan pada pemilu 2014, Prabowo menggunakan hasil survei yang ternyata jauh berbeda dengan hasil KPU dan hasil survei-survei lainnya, menyebut Prabowo menang sementara hasil survei. "Dan tidak terbukti di KPU," kata Andi. Lalu kedua, ia menyebutkan Indonesia akan bubar. Kualitas kepemimpinan atau leadership Prabowo diuji bagaimana menggunakan sebuah novel sebagai dasar untuk melihat Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. "Yang terakhir kasus RS, saya mikir masyarakat akan melihat kualitas ini," kata Andi. Meski disebutkan pemilih Prabowo tak akan pindah, tapi menurutnya Prabowo menggunakan hoax sebagai dasar pengambilan sikap. Sehingga membuat pemilih yang belum menentukan pilihan menutup diri memilih Prabowo. "Karena melihat kualitas kepemimpinanya yang menjadi tanda tanya besar. Ini isu penting bagi Indonesia bagaimana melihat kualitas kandidat dari informasi yang masuk dan kemudian dijadikan pegangan oleh dia dalam mengambil keputusan," kata Andi.***   Sumber: viva