Korupsi Tersangka Pipa Transmisi di Inhil, Penyidik Diminta Lengkapi Berkas

Rabu, 14 November 2018

TRANSMEDIARIAU.COM, Jaksa peneliti memulangkan berkas perkara dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dengan tersangka Syahrizal Taher ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Riau. Berkas itu harus dilengkapi lagi dengan sejumlah petunjuk (P19) yang diberikan jaksa. Sebelumnya, berkas tahap I tersangka diserahkan ke Kejati Riau pada akhir Oktober lalu. Setelah ditelaah, jaksa peneliti menemukan masih banyak kekurangan dan berkas harus disempurnakan. "Dari hasil penelaahan, jaksa menyatakan berkas perkara belum lengkap. Berkas dikembalikan lagi pada pekan lalu untuk dilengkapi," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, Rabu (14/11/2018). Muspidauan menyebutkan, setelah dilengkapi, jaksa menunggu pengembalian berkas dari penyidik. "Kalau dilimpahkan akan kita telaah lagi," ucap Muspidauan. Dalam perkara ini, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau juga menetapkan tiga tersangka lain, yakni Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Haris Anggara selaku kontraktor proyek pada pelaksanaan kegiatan dikerjakan tahun 2013 silam. Penanganan perkara ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi. Saat itu, Muhammad menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013. Wakil Bupati Bengkalis ini juga diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut dan dia sudah dua kali diperiksa sebagai saksi di Polda Riau. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini. Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer. Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada. Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan. Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013. Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Kerugian megara sekitar Rp1.041.561.800.   Sumber: cakaplah.com