TRANSMEDIARIAU.COM, Kedatangan seratusan para dokter RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru, yang meminta agar tiga rekannya yang ditahan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Agar dapat diberi penangguhan atau pengalihan penahanan, belum dapat dikabulkan pihak kejaksaan. Permintaan para dokter tersebut, pihak Kejari Pekanbaru menunggu kordinasi terlebih dahulu dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. " Hasil pertanyaan dengan pihak ikatan para dokter tadi, kita belum mengabulkan permintaan mereka, karena kita masih menunggu kordinasi dengan atasan pimpinan," terang Kepala Kejari Pekanbaru, Suripto Irianto SH, kepada para wartawan, Selasa (27/11/18) siang. Dijelaskan Suripto, Dalam perkara ini pihaknya melakukan penahanan, karena kuatir para tersangka akan melarikan diri. Akan tetapi permintaan mereka ini, masih dikordinasikan dengan pihak Kejati Riau dan Kejaksaan Agung," ujarnya. Sebelumnya, Seratusan dokter yang tergabung dalam Ikatan dokter IDI, PGDI dan Ikatan Dokter Umum Indonesia, mendatangi Gedung Kejari Pekanbaru. Mereka meminta tiga rekannya, yakni dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas, dan drg Masrizal untuk tidak ditahan. Memgingat banyaknya pasien butuh penanganan medis. Seperti diketahui, Pada proses tahap II, Senin kemarin. Lima Tersangka korupsi Pengadaan Alkes di RSUD Arifin Achmad dari Tahun Anggaran 2012/2013, ditahan pihak Kejari Pekanbaru. Kelima tersangka tersebut adalah, dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas, dan drg Masrizal dan dua rekanan proyek yakni Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) Yuni Efrianti SKp dan mantan stafnya, Mukhlis. Pengadaan Alkes di RSUD Arifin Achmad dari Tahun Anggaran 2012/2013 dengan pagu anggaran mencapai Rp5 miliarSementara yang diusut penyidik Polresta Pekanbaru adalah kerja sama yang dijalin pihak rumah sakit dengan rekanan CV PMR. Penyidik mendapati pengadaan Alkes tersebut tidak sesuai prosedur. Pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar. Namun dalam prosesnya, justru pihak dokterlah yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung, bukan kepada rekanan CV PMR. Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Audit BPKP Riau, tindakan itu menyebabkan kerugian negara Rp420.205.222. Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.*** Sumber: riauterkini.com