Transmediariau.com, Jakarta – DPP Partai Golkar mendukung pembentukan Mahkamah Etik Nasional yang menjadi pedoman bagi politisi dan partai politik. Dukungan Golkar ini diberikan saat Dewan Etik Partai Golkar menggelar penandatanganan nota kesepahaman dengan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie.
Ketua Dewan Etik DPP Partai Golkar Mohammad Hatta mengaku telah mendengar masukan dan ide dari Prof Jimly terkait adanya kode etik berperilaku bagi politisi dan partai politik.
Muhammad Hatta menegaskan, partai berlambang pohon beringin bersepakat dengan ide dan masukan dari Jimly dan mendukung pembentukan Mahkamah Etik Nasional.
“Kami telah mendengar masukan-masukan untuk memperkaya Mahkamah Etik, sepakat untuk turut bersama-sama kawan-kawan partai politik lain, Insya Allah, kami akan membentuk Mahkamah Etik Nasional,” tutur Muhammad Hatta dalam keterangan, Sabtu (20/5).
Dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ini, Golkar dan Jimly bersepakat untuk segera digelar Konvensi Nasional Etik. Konvensi ini didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, dan TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
“Tujuannya agar segera terwujud Mahkamah Etik Nasional,” tegas Hatta.
Sementara, Prof Jimly mengaku berterima kasih pada Partai Golkar yang terbuka dan menerima ide baru dalam rangka penataan sistem kebangsaan dan kenegaraan. Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini, setelah 25 tahun reformasi, harus ada evaluasi dan perbaikan dalam sistem kenegaraan Indonesia.
“Sesudah 25 tahun kita reformasi banyak hal yang harus kita evaluasi ulang, termasuk yang harus kita perbaiki dan hal-hal baru yang harus kita adakan,” tutur Jimly usai menerima Nota Kesepahaman dari Dewan Etik DPP Partai Golkar.
Diketahui, kedua pihak bersepakat agar ada standar perilaku pada setiap profesi, termasuk politisi dalam arti luas. Kode etik ini sebagai standar menjaga harkat, martabat, dan kehormatan profesi politisi. Hal ini juga berlaku bagi partai politik di Indonesia.
Partai politik sebagai wadah aktualisasi diri bagi para politisi juga membutuhkan kerangka etik atau kode etik. Hal ini sebagai rujukan dalam mengimplementasikan kedudukan strategis selalu salah satu pilar terpenting dalam demokrasi.
Baik Partai Golkar dan Jimly, bersepakat partai politik tidak hanya perlu dikelola secara profesional, terbuka, dan demokratis, tetapi juga berorientasi pada kepentingan umum.
Tujuan utama kode etik ini adalah menjaga standar perilaku minimum politisi sehingga layak mendapatkan mandat politik ketika menjadi wakil rakyat di lembaga perwakilan. Antara lain, di DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten dan kota, bahkan terhadap jabatan publik lainnya.
Diketahui, Dewan Etik Partai Golkar seblumnya menggelar Focus Group Discussion dengan mengangkat tema 'Kontekstualisasi Kode Etik Dalam Kelembagaan Partai Politik, di Jakarta, Senin (15/5).
Turut hadir dalam FGD, Tim Sekretariat Dewan Etik Partai Golkar, Pengurus DPP Dewan Etik Partai Golkar, Prof. Jimly Asshiddiqqie, Ketua Dewan Etik Partai Golkar Mohammad Hatta PhD dan juga Ketua Umum Peradin 1964 Firman Wijaya.
Di kesempatan itu, Firman mengaku setuju atas pembentukan Mahkamah Kode Etik Nasional. Menurutnya, itu akan memberikan sebuah kerangka value bagi aktor maupun lembaga-lembaga politik.
“Dengan begitu, iklim perpolitikan kita akan semakin bermartabat dan berada dalam panduan nilai-nilai etik,” pungkasnya.(*)