ROHIL - "Ibu guru semalam saya dimarahi ayah dan dibilang durhaka, apakah setelah ini saya akan sengsara?’ tanyanya dengan terbata-bata, “apa kesalahan yang sudah kamu lakukan?” saya bertanya dengan penasaran “saya terlalu bodoh bu guru, saya ingin pintar namun ketika saya mengingat lagi yang saya pelajari semuanya hilang” katanya sambil cengar-cengir namun mata yang berkaca-kaca Saya tertegun sejenak kemudian menutupnya dengan nasehat yang selayaknya guru kepada siswa, tetap memberikan semangat, menambah kepercayaan dirinya dan tidak menyalahkan orang tua siswa dan dia.
Begitulah pagiku dibuka di salah satu sekolah dasar di Bagansiapiapi. Pertanyaan tersebut datang dari siswa berkebutuhan khusus, Dia adalah seorang anak penyandang tuna grahita. Hal ini menjadi PR kita bersama bahwa masih banyak yang tidak paham dengan jenis-jenis dan ciri-ciri anak berkebutuhan khusus, bahkan orang tua anak itu sendiri.
Pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus termasuk prioritas dalam pendidikan. Terlebih lagi jika kita ingin mewujudkan pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi ini bisa berjalan dengan baik jika semua komponen sekolah dan orang tua memahami setiap kebutuhan individual siswa itu berbeda-beda. Pemahaman yang menyeluruh tentang kemampuan siswa dapat membantu guru dalam hal menentukan strategi pembelajaran.
Apa itu pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk seluruh siswa mendapatkan metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan minat masing-masing siswa. Sebagai contoh, anak yang menyukai pembelajaran audio maka guru dapat memberikan materi pelajaran dengan cara membawa media ajar speaker dan alat musik. Kemudian ada anak yang menyukai pembelajaran visual, maka guru dan memperbanyak gambar.
Dalam penciptaan pembelajaran berdiferensiasi ini ada bebrapa yang perlu guru perhatikan, yaitu :
1.Materi ajar, materi ajar ini harus guru sesuaikan dengan kemampuan anak jangan terlalu sulit maupun terlalu mudah.
2.Gaya belajar, seperti yang sudah disinggung di awal bahwa setiap anak itu memiliki tipe nya sendiri. Suartama (2023) menjelaskan bahwa jenis- jenis aktifitas peserta didik adalah Visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities dan emotional activities.
3.Proses, bagaimana cara guru menilai dan mendorong potensi siswa.
4.Metode, pembelajaran yang bermodelkan seperti apa yang paling sesuai digunakan.
Salah satu yang akan kita bahas adalah metode apa yang sesuai dengan kelas yang memiliki ragam siswa seperti siswa tuna grahita, siswa jenis audio dan visual. guru-guru yang sudah berpengalaman pasti setuju dengan pemilihan pembelajaran kooperatif atau berkelompok.
Salah satu model yang pas adalah pembelajaran kooperatif jigsaw. Pembelajaran kooperatif jigsaw berdiferensiasi yaitu variasi proses belajar di kelas yang fokus pada peserta didik (Student Center) serta peserta didik mendapatkan kebebasan yaitu menerapkan gaya belajar, gaya penyampaian informasi, serta pengolahan data.
Penerapan pembelajaran model jigsaw ini dapat membantu mewujudkan pembelajaran yang berdiferensiasi, sebab siswa diarahkan untuk membentuk kelompok dan akan dipecah lagi menjadi kelompok ahli. Sehingga siswa yang lambat dalam memahami dapat pelajaran dapat dibantu oleh teman-temannya yang sekelompok.
Tipe jigsaw pada model pembelajaran kooperatif memiliki teknik atau langkah-langkah.
Langkah pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut: 1. Guru membagi kelompok kelas yang heterogen kemampuannya dinamakan kelompok asal; 2. Setiap kelompok mendapat tugas berbeda; 3. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk mengajarkan apa yang mereka peroleh dari kelompok; 4. Susunan kelompok kembali seperti semula dan mendiskusikan persoalan yang tidak terpecahkan; 5. Memberikan beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman terhadap materi. (Sulastri, 2019).
Pembelajaran jigsaw ini mendorong anak menjadi lebih aktif, kreatif, dan menggali potensi apa yang belum kita ketahui dari siswa. Anak yang berkebutuhan khusus pun dapat diatasi dengan bantuan teman sebaya. Kemudian karena setiap anak diberikan tanggung jawab maka akan muncul kepercayaan diri dari setiap anak sehingga yang merasa tak mampu atau siswa yang menyadari dirinya lemah akan dipacu kembali semangatnya.
Pada dasarnya, pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan setiap guru untuk bertemu dan berinteraksi dengan siswa pada tingkat yang sebanding dengan tingkat pengetahuan mereka untuk kemudian menyiapkan preferensi belajar mereka.
Untuk itulah maka pembelajaran berdiferensiasi ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesetaraan belajar bagi semua siswa dan menjembatani kesenjangan belajar antara yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi. Singkatnya, pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang dibuat sedemikian rupa sehingga siswa merasa tertantang untuk belajar.
Menemukan metode pembelajaran yang tepat akan membuka tabir potensi setiap siswa yang selama ini tidak kita sadari. Dengan mengetahui potensi tersebut akan banyak kemudahan yang akan kita dapatkan sebagai seorang guru, untuk siswa itu sendiri, dan orang tua. Allah menciptakan setiap insan berbeda-beda.
Maka kita harus memahami hal tersebut, semua anak juga tidak bias memilih ia akan dilahirkan seperti apa dan setiap dari mereka pasti ingin menjadi orang yang sukses maka dari itu kita sebagai seorang guru harus terus memotivasi siswa dalam belajar, karna sukses adalah milih bagi mereka yang selalu berusaha.
Opini saya kali ini akan saya tutup dengan “Sesungguhnya perkataan kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinyanya, kami hanya mengatakan kepadanya, ‘kun (jadilah!); maka jadilah ia” (QS. An-Nahl: 40).
Oleh : Fovi Melani, S.Pd (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Lancang Kuning)