PHR Duri Diduga Serobot Lahan Warga yang Sudah Berkekuatan Hukum

Rabu, 23 Oktober 2024

TRANSMEDIARIAU.COM - Sangat miris, Samudra Sihotang (39) warga Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, harus rela meninggalkan sementara anak istrinya, pekerjaannya di kampung halamannya dan hidup luntang lantung di wilayah Kecamatan Bathin Solapan Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, hanya untuk mempertahankan sebidang tanah warisan milik keluarganya yang beralamat di Jalan Puncak KM 3.5 RT 03 RW 09 desa Bonca Mahang, Kecamatan Bathin Solapan Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau.

Yang mana, sebidang tanah dengan luas 12.960 m² milik keluarga Samudra Sihotang itu diduga diserobot pihak Pertamina Hulu Rokan (PHR) DURI untuk dijadikan lokasi sumur minyak yang baru. Bahkan fakta dilapangan nya, lahan milik keluarga Samudra Sihotang itu ternyata sudah dikelola dan dijadikan lokasi sumur minyak baru oleh pihak PHR DURI tanpa diketahui oleh pihak Saudara Samudra Sihotang sebelumnya, (22/10/24).


Saat ditemui dilapangan, Samudra Sihotang (39) yang tampak lesu menyampaikan kepada awak media bahwa dirinya sudah cukup letih memperjuangkan lahan milik warisan keluarganya itu.


"Maaf bang, agak kotor dan bau. Sudah dua hari ini tidak mandi. Inilah kondisinya, saya berjaga jaga terus dilahan ini. Sudah capek, letih, dan rindu juga lihat keluarga anak istri di rumah. Tapi mau apalagi, saya akan perjuangkan warisan milik keluargaku ini bang, "ujar Samudra Sihotang.

Saat dikonfirmasi terkait persoalan itu, Samudra memaparkan bahwa awalnya mereka ketahui lahannya dikelolah oleh pihak PHR Duri itu dari keluarganya yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Bathin Solapan.

"Awal kami ketahui bahwa lahan kami ini dikelola oleh pihak PHR Duri dari keluarga juga yang ada disini. Mendapat informasi itu, kami pun bergegas langsung menuju ke mari. Dan sesampainya disini, ternyata benar lahan kami ini sudah diacak acak oleh pihak PHR Duri melalui perusahaan rekan kerjanya. Saya pun langsung mempertanyakan kepada pihak yang ada saat itu dilapangan, kenapa lahan kami di kelola tanpa seijin kami, sembari saya menunjukan dokumen kami atas tanah itu. Namun pihak yang ada saat itu hanya rekanan dan hanya mendapat printah kerja dari pihak PHR Duri. Dan atas hal itu, kami langsung memohon agar seluruh aktifitas pekerjaan yang ada diatas tanah kami dihentikan dulu sementara, sampai kami mendapat penjelasan yang resmi dari pihak PHR Duri, "ujar Samudra.


Lanjut Samudra, "kemudian atas kejadian itu, kami langsung menghubungi pihak kuasa hukum kami yang dulu telah memperjuangkan tanah kami ini. Dan tanah ini telah kami menangkan dan sudah berkekuatan Hukum Tetap. Beberapa hari kemudian terjadilah berbagai pertemuan-pertemuan bersama banyak pihak untuk membahas persoalan lahan kami ini. Bahkan sudah sampai ke pihak SKK Migas di Pekanbaru. Dan pada terakhir pertemuan kemarin di Pekanbaru, putusannya kita disuruh menunggu selama 2 (dua) pekan mendatang. Kita pun setuju, namun kita juga meminta kepada pihak mereka, agar tidak ada kegiatan apa pun itu diatas tanah kami, sampai dengan adanya putusan yang berpihak atas tanah kami ini, "ujar Samudra Sihotang.


"Yang pastinya kami berharap persoalan ini dapat selesai dengan baik. Dan kami mendapat hak sebenarnya atas tanah kami yang sudah diacak acak oleh pihak PHR Duri. Jika putusan tidak sebenarnya yang diputuskan, kami akan tetap di jalur Hukum yang diakui di Republik Indonesia ini, "tegas Samudra Sihotang kemudian.

Pihak kuasa hukum Samudra Sihotang Beringin Tua Sigalingging S.H.M.H  dan A. Manalu S.H mengatakan pada intinya bahwa objek tanah negara yang dimaksud oleh PERTAMINA, sesuai dengan yang dibacakan PHR di desa air jamban. Dan pihak pertamina tidak mau menunjukkan dokumen nya. Hanya gambar, seharus mata angin dengan luas 21 hektar tersebut harus dikasih tau kepada kita, bahkan sudah rapat melalui pemda, kepala desa, dan ramil, polsek. Tetap mereka tidak mau menunjukkan.


Sementara pihak PHR tepatnya melalui sambungan via WhatsApp ketika dikonfirmasi Transmediariau.com terkait hal itu tidak menjawab sampai berita ini di terbitkan.

Sementara pihak SKK Migas terkait hal ini ketika di konfirmasi melalui via WhatsApp mengatakan kepada awak media "Siap Bang, kalau begitu, dalam rapat ini PHR sudah menjelaskan bahwa lokasinya berdasarkan pembebasan tahun 1977 berada di Desa Sebangar yang saat ini menjadi Desa Bonca Mahang.Hal ini juga sudah dibenarkan oleh Pihak Desa dan Kecamatan yang hadir ujar Rohadi."


GuL""