Dr. Ahmad Rifai: Pinjaman Rp 200 Miliar Daerah Boleh, Asal Nilai Plus dan Risiko Dipetakan Jelas

Sabtu, 29 November 2025

Ahmad Rifai SE., M.Si (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unisi)

TRANSMEDIARIAU.COM - Rencana Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) untuk mengambil pinjaman daerah sebesar Rp 200 miliar mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Indragiri (FEB Unisi), Dr. Ahmad Rifai, SE., M.Si, menyampaikan pandangan kritis sekaligus objektif terkait wacana tersebut.

‎Dr. Rifai menegaskan bahwa keputusan mengambil pinjaman daerah tidak bisa dilakukan secara instan, karena memiliki konsekuensi fiskal yang panjang.

‎“Pinjaman daerah bukan hal yang salah. Namun setiap kebijakan seperti ini harus dianalisis secara hati-hati melalui pendekatan ekonomi publik, manajemen keuangan daerah, dan analisis risiko fiskal jangka panjang,” ujarnya.
 

‎Saya memandang bahwa setiap kebijakan fiskal, termasuk rencana pengambilan pinjaman daerah sebesar Rp 200 miliar oleh Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, harus dianalisis secara hati-hati melalui pendekatan ekonomi publik, manajemen keuangan daerah, dan analisis risiko fiskal jangka panjang.

‎Dampak Positif yang Berpotensi Dicapai

‎1. Meningkatkan Kapasitas Pembiayaan Pembangunan. Pinjaman dapat menjadi instrumen strategis untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendesak, terutama jika APBD tidak cukup menutupi kebutuhan pembiayaan.
 

‎2. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Investasi melalui dana pinjaman dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effect), seperti meningkatnya aktivitas ekonomi lokal, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan sektor terkait.
 

‎3. Peningkatan Kualitas Layanan Publik. Jika dialokasikan tepat sasaran, pinjaman dapat memperbaiki infrastruktur dasar (jalan, irigasi, pelayanan publik), yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas masyarakat.

‎4. Mempercepat Realisasi Program Prioritas. Tanpa pinjaman, banyak proyek strategis bisa tertunda. Pinjaman memungkinkan akselerasi program jangka pendek untuk manfaat jangka panjang.

‎Dampak Negatif dan Risiko yang Perlu Diantisipasi

‎1. Beban Fiskal dan Ruang Fiskal yang Menyempit. Pinjaman menambah kewajiban pembayaran pokok serta bunga di masa depan. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat menggerus ruang fiskal APBD untuk program pelayanan publik lainnya.

‎2. Risiko Terjadinya Ketergantungan pada Pembiayaan Utang. Jika pola pembiayaan melalui pinjaman menjadi kebiasaan, daerah bisa masuk dalam siklus ketergantungan utang yang mengurangi kemandirian fiskal.

‎3. Potensi Kegagalan Proyek. Tanpa studi kelayakan yang kuat, proyek yang dibiayai pinjaman bisa tidak menghasilkan manfaat ekonomi yang memadai, sehingga pembayaran utang menjadi beban tanpa memberikan nilai balik (return).

‎4. Risiko Moral Hazard dan Inefisiensi. Pengelolaan proyek melalui dana pinjaman rentan terhadap pembengkakan biaya, salah urus anggaran, atau pengalokasian yang kurang tepat.

‎5. Dampak pada Stabilitas Keuangan Daerah dalam Jangka Panjang. Jika pendapatan daerah tidak tumbuh sesuai proyeksi, pembayaran utang bisa membahayakan stabilitas fiskal dan mempengaruhi penilaian kinerja keuangan daerah di mata publik dan lembaga keuangan.

‎Perlu Transparansi, Kajian Kelayakan, dan Partisipasi Publik.

‎Sebagai akademisi, saya menekankan bahwa "Pinjaman daerah bukanlah sesuatu yang salah", namun harus memenuhi prinsip:

‎1. Transparansi dan akuntabilitas

‎2. Kajian kelayakan ekonomi (economic feasibility)

‎3. Kajian manfaat-sosial (social-return analysis)

‎4. Mitigasi risiko fiskal

‎5. Mekanisme pengawasan yang kuat oleh DPRD dan publik
 

‎"Pinjaman daerah hanya bisa dianggap sehat apabila "manfaat ekonominya lebih besar daripada beban fiskal yang ditimbulkannya", serta benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar proyek jangka pendek,  tutupnya