Berbagi Peran: Harmoni Kepemimpinan Herman–Yuliantini

Jumat, 12 Desember 2025

TRANSMEDIARIAU.COM - Dalam dinamika pemerintahan daerah, hubungan antara bupati dan wakil bupati sering menjadi barometer stabilitas, arah kebijakan, dan kecepatan pembangunan. Di Indragiri Hilir (Inhil), duet Bupati H. Herman dan Wakil Bupati Yuliantini menunjukkan pola kepemimpinan yang menarik: berbagi peran secara strategis tanpa kehilangan kekompakan dalam eksekusi program.

Sejak awal masa jabatan, keduanya membangun ritme kerja yang stabil. Di banyak daerah, relasi kepala daerah sering diuji oleh kepentingan politik; tetapi di Inhil, Herman–Yuliantini justru menampilkan chemistry yang kuat. Herman bergerak sebagai pengarah kebijakan makro, sementara Yuliantini menjadi jembatan antara kebutuhan teknis dan suara masyarakat di lapangan.

Dengan latar belakang birokrasi dan jejaring politik yang luas, Herman menguasai lobi-lobi strategis, hubungan antardaerah, dan komunikasi pembangunan dengan pemerintah pusat. Di sisi lain, Yuliantini tampil sebagai pemimpin yang dekat dengan kelompok perempuan, UMKM, pendidikan, dan komunitas akar rumput — ruang yang menuntut kepekaan sosial dan pendekatan partisipatif.

Kepemimpinan Herman dikenal tegas dalam isu fiskal, perencanaan, dan infrastruktur. Ia menekankan efektivitas anggaran dan memastikan perangkat daerah memahami prioritas pembangunan. Sementara itu, Yuliantini menghadirkan sentuhan humanis, terutama pada program sosial, pemberdayaan keluarga, hingga penanganan kemiskinan ekstrem.

Keduanya ibarat dua sisi mata uang: Herman menggerakkan mesin besar pemerintahan, Yuliantini memastikan mesin itu menyentuh masyarakat secara merata. Ketika APBD tertekan akibat pemotongan TKD dan menurunnya kapasitas belanja daerah, peran keduanya justru saling menguatkan. Herman memusatkan energi pada strategi fiskal, komunikasi dengan DPRD, serta penjagaan proyek-proyek prioritas. Yuliantini fokus pada stabilitas sosial: memastikan bantuan tetap tepat sasaran, menenangkan keresahan masyarakat, dan mengawal pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.

Pendekatan dua lapis ini membuat tekanan fiskal tidak berubah menjadi tekanan sosial. Relasi keduanya pun minim friksi. Mereka menunjukkan model kepemimpinan yang jarang terlihat di tingkat daerah: berbagi spotlight sesuai kebutuhan, bukan menurut ego politik.

Misalnya, ketika Bupati Herman menghadiri rapat-rapat strategis dengan Banggar DPRD terkait KUA-PPAS, Yuliantini mengambil alih pelayanan publik agar roda birokrasi tetap bergerak. Pada kesempatan lain, Yuliantini aktif di berbagai agenda pemberdayaan, sementara Herman mengawal pembangunan infrastruktur.

Harmonisasi ini menegaskan bahwa pemerintahan tidak harus terjebak pada pertanyaan siapa yang dominan, melainkan siapa memegang peran apa. Di berbagai kecamatan, masyarakat melihat perbedaan gaya yang justru saling melengkapi: Herman dianggap visioner dan “berbicara data”, sedangkan Yuliantini mudah didekati, terutama oleh ibu-ibu dan pelaku UMKM.

Keduanya hadir dengan pendekatan berbeda, tetapi membawa pesan yang sama: pembangunan harus berjalan, dan manfaatnya harus dirasakan masyarakat.

Di tengah realitas politik lokal yang sering diwarnai rivalitas, duet Herman–Yuliantini menjadi contoh bahwa berbagi peran bukan hanya mungkin, tetapi juga menghasilkan stabilitas dan percepatan pembangunan. Memimpin bukan soal siapa yang lebih menonjol, melainkan bagaimana harmoni dua gaya dapat menggerakkan Inhil menuju pembangunan yang lebih terarah, inklusif, dan berkelanjutan.

Menutup catatan ini, penulis mengajak kita semua berdoa kepada Allah SWT agar duet Herman–Yuliantini terus berjalan harmonis hingga akhir periode pertama kepemimpinannya di Kabupaten Indragiri Hilir.

Penulis : H Kartika Roni